GEOSIAR.COM, MEDAN,– Ratusan undangan dari sejumlah pengusaha SPBU di Sumut dan masyarakat menghadiri Seminar Umum Kebijakan Hilir Migas Bersama BPH Migas & DPR RI, bertempat di Hotel Aryaduta Medan, Jumat (28/7/2023).
Turut hadir dari Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Komisi 7 Drs Hendrik H Sitompul MM, Ketua BPH Migas Sumut Abdul Hakim, Lutfi dari Pertamina dan undangan lainnya.
Mengawali seminar, Hendrik Sitompul menyampaikan kalau tugas pokok anggota dewan itu, sebagai fungsi budget, legislasi dan pengawasan. “Jadi, kami dari komisi 7 sebagai mitra, fungsi pengawasan yang kami lakukan, khususnya subsidi BBM dan Gas,” kata Hendrik.
Untuk itu, lanjut Hendrik, melalui seminar ini pihaknya dapat mendengar apa yang menjadi unek unek para pengusaha SPBU, khususnya masyarakat pengguna BBM dan Gas subsidi.
“Saya kepingin, mengetahui apa situasi yang terjadi di lapangan. Potret pertanyaan hari ini akan menjadi masukan, menjadi aspirasi khususnya terkait BBM dan Migas subsidi,” kata Hendrik mengawali sambutannya, sekaligus membuka seminar.
Unek Unek
Sejumlah pengusaha khususnya dari SPBU, menyampaikan segala unek uneknya. Misalnya, Candra yang mengaku pengusaha SPBU dari Humbahas. Dijelaskan, sebelum adanya pemberlakuan barcode, stok BBM subsidi normal. Namun setelah aktif penggunaan barcode BBM solar tidak terkendali. “Sekarang ini, justru kami mau minta penambahan quota solar,” kata candra.
Bahkan, candra bertanya terkait Undang Undang mengenai subsidi. Apa benar Pertalite jenis BBM yang subsidi. “Kalau benar subsidi, apa ada undang undangnya,” katanya
Hal serupa juga dialami Jen Simamora, pengusaha SPBU dari Dairi. Namun, Jen menemui kasus, ada penjual solar subsidi dari surat Kepala Desa (Kepdes). “Tapi setelah ditanya beli solar subsidi dari mana, dijawab beli ditempat lain, bukan SPBU milik si Jen,” katanya.
Seminar semakin hangat, ketika salah seorang ibu bernama, Indah Sari br Karo yang mengaku mewakili 328 pengusaha SPBU dari pengurus Hiswana migas mengatakan, pengusaha yang ada di Hiswana migas lagi mengalami mumet. “Kepada BPH Migas, buatlah peraturan yang tidak buat peluang untuk menjual atau jadi pedagang,” kata Indah Sari.
Indah Sari juga mengaku, tidak setuju dengan elpiji 3kg dibuat untuk rakyat miskin. “Saya lebih setuju dibuat untuk rakyat kecil, bukan rakyat miskin,” kata nya.
Hendrik Sitompul, Anggota DPR RI dari Komisi 7 yang menjadi mitra Pertamina dan BPH Migas mengatakan, semua yg dilakukan BPH Migas, pasti ada regulasinya. Subsidi diterjemahkan sama BPH Migas. Sementara Pertamina adalah operator. “Jadi, apa yg dilakukan disampaikan ke DPR RI,” katanya.
Begitupun, kata Hendrik Sitompul, melayani publik itu dinamikanya pasti berbeda. “Saya anjurkan, pelaku usaha Hiswanamiagas, ayo lakukan komunikasi, agar situasi terkendali. Kenapa elpiji 3kg langka, ini karena tidak ada komunikasi, peluang ini bisa dimanfaatkan orang orang yang tidak baik,” kata Hendrik.
Begitu juga terkait SPBU, Hendrik tetap mengajak untuk melakukan komunikasi. “Ayo lakukan komunikasi, kita tau anggaran subsidi itu terbatas,” tambah Hendrik.
Forum ini, lanjut Hendrik, sangat penting, kedepan komunikasi agar dilakukan lebih baik. Selanjutnya, agar wadah dan diskusi ditingkatkan di Hiswanamigas.
“Setiap regulasi yang baru tetap didiskusikan. Kepada msyarakat Saya senang, saluran aspirasi boleh ke Saya. Begitupun Saya tetap utamakan Dapil. Saya tetap rajin berkunjung ke SPBU, ke Pangkalan gas 3kg. Sambil melihat, apa tugas dan tanggung jawab tepat sasaran,” tanya Hendrik.
Diujung acara, BPH Migas bersama Pertamina dan Anggota DPR RI Hendrik Sitompul saling memberi cendramata. (cno/red*)