GEOSIAR.COM, JAKARTA,– Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah disahkan menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna DPR RI yang berlangsung Selasa (11/7/2023). Dari Sembilan fraksi di DPR RI, ada dua partai yang menolak, yakni Partai Demokrat dan PKS.
Sikap penolakan kedua partai ini konsisten sejak awal, karena menganggap ada beberapa hal yang tidak relevan dalam materu RUU itu.
Edhie Baskoro Yudhoyono, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI sejak awal menyerukan ada beberapa hal yang tidak relevan itu supaya dihilangkan. Seruan itu ia sampaikan sejak awal setelah menerima masukan dari berbagai organisasi profesi bidang Kesehatan.
Meski demikian, perjuangan Ibas dan kawan-kawannya dari Partai Demokrat tetap gagal menghambat pengesahan RUU tersebut.
Di bawah pimpinan Puan Maharani, tetap saja RUU Kesehatan itu disahkan menjadi UU, meski ribuan dokter dan tenaga Kesehatan melakukan aksi demo sejak pagi hari di Gedung DPR RI Senayan.
Ibas sendiri mengaku sangat kecewa dengan keputusan DPR RI yang mengesahkan RUU itu. “Saya selaku Ketua Fraksi Partai Demokrat, dan juga telah beberapa kali menerima audiensi dari organisasi profesi yang berhubungan dengan kesehatan, dan tentunya mendapatkan pandangan dari berbagai macam stakeholder, termasuk arahan dari Partai Demokrat, posisi Partai Demokrat memang belum menyetujuinya. Kami tetap menolak..!” tegas Ibas.
Ibas bersama Partai Demokrat ingin meminta sedikit waktu untuk DPR dan Pemerintah menyelesaikan sejumlah isu yang menurut Demokrat penting diwadahi di UU Kesehatan tersebut.
Ia menegaskan, penolakan Partai Demokrat tidak ada kaitannya dengan silang pendapat antara Pemerintah dan IDI. “Materi penolakan Partai Demokrat terhadap UU Kesehatan sama sekali tidak terkait dengan silang pendapat antara Pemerintah dan Ikatan Dokter Indonesia serta berbagai profesi di sektor kesehatan,” terang Ibas.
Ada dua poin utama yang menjadi sorotan Partai Demokrat dari UU itu, yakni terkait mandatory spending alokasi anggaran bidang kesehatan dan liberalisasi dokter dan tenaga medis.
Ibas mengatakan, negara tetap hadir memiliki mandatory spending, yaitu kewajiban negara dan pemerintah sebetulnya untuk mengalokasikan sejumlah anggaran untuk sektor kesehatan.
“Bukankah kita peduli dan ingin mendukung kemajuan bidang kesehatan? Bukankah kita ingin kesehatan di negeri kita semakin baik, maju, dan berkelas?” tutur Ibas.
Ibas juga mengatakan, Undang-Undang Kesehatan Tahun 2009 di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebetulnya telah mengalokasikan mandatory spending kesehatan sebesar 5%.
“Demokrat berpandangan, anggaran pendidikan saja bisa memiliki mandatory spending sebanyak 20% ya karena kita tau, angka dari kemajuan sumber daya manusia kita itu salah satunya, ya pendidikan. Maka kalau kita bicara usulan Demokrat, minimal tetap dipertahankan 5% itu sesungguhnya menunjukkan keberpihakan negara kepada kesehatan manusia dan masyarakat Indonesia,” jelas Ibas.
Wakil Ketua Banggar ini juga menyampaikan, masyarakat Indonesia sebagai salah satu pilar utama dalam Human Development Index, yang mana kalau dipelajari lebih lanjut sebetulnya segaris dengan SDGs (Sustainable Development Goals) yang dulu Pemerintahan SBY juga ikut menjadi bagian dalam menyusunnya.
“Jadi clear di situ bahwa Fraksi Partai Demokrat menginginkan mandatory spending 5% untuk bidang kesehatan kita tetap berjalan bahkan kalau perlu ditingkatkan,” tegas Ibas.
Selain itu, materi terkait liberalisasi dokter dan tenaga medis asing untuk menjalankan praktik di Indonesia juga menjadi sorotan. Fraksi Partai Demokrat tentu mendukung modernisasi hospital atau rumah sakit dan peningkatan kompetensi dokter dan tenaga medis.
Ibas bersama Partai Demokrat menginginkan adanya kemajuan tidak hanya infrastruktur kesehatan saja, tetapi juga sumber daya, para dokter, para perawat, dan para tenaga lainnya.
“Sama seperti kalau kita lihat, pergi ke rumah sakit RSPAD katakanlah, seperti itu juga, semakin hari semakin modern, semakin maju,” imbuhnya.
Akan tetapi, liberalisasi dokter dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan menurut Ibas Fraksi Partai Demokrat tidak tepat dan tidak adil.
Hal ini sama seperti saat protes dan marah rakyat ketika tenaga kerja asing terlalu melebihi kewajaran dalam satu bidang usaha skala tertentu.
“Dan ini menurut kami tidak tepat dan tidak adil. Ingat, dokter di Indonesia juga kalau mau berpraktik di luar negeri ada aturan-aturannya. Saya pikir tidak semudah dibayangkan pergi ke Singapura, Australia, Amerika, Tokyo, Eropa dan seterusnya. Ada aturan-aturan yang saya pikir ketat yang tidak semudah dibayangkan bagi dokter dan tenaga medis kita untuk bekerja di luar negeri,” ungkap Ibas.
Dua hal itulah yang menjadi concern utama Fraksi Partai Demokrat. Secara personal, Ibas juga menyampaikan bahwa dirinya sangat senang dan berterima kasih kepada para tenaga medis dan fasilitas kesehatan di Indonesia. (red/rel)