GEOSIAR.COM, JAKARTA,– Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Sumut Drs Hendrik H Sitompul MM menjelaskan, Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2023/1444 H, masih menuai protes. “Kalangan eksportir mendesak SKB itu segera direvisi, lantaran mengancam kelangsungan perusahaan ekspor Indonesia,” tegas Hendrik Sitompul saat dihubungi di Jakarta, Senin (10/4/2023).
Untuk diketahui, SKB tersebut di tandatangani Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol.Firman Shantyabudi, dan Dirjren Bina Marga Hedy Rahadian p<span;>ada 5 April 2023, dimana dalam beleid itu pembatasan truk beroperasi dimulai Senin 17 April s/d 2 Mei 2023 (atau sekitar 2 minggu).
Pasalnya, lanjut Hendrik, beleid itu tidak mengecualikan untuk angkutan ekspor impor atau peti kemas dari dan ke pelabuhan. Artinya angkutan ekspor impor atau peti kemas, dilarang beroperasi selama periode Lebaran tersebut.
“Padahal, saat ini kondisi perekonomian global sedang menghadapi masalah berat, yang menyebabkan permintaan ekspor khususnya industri pertekstilan mengalami penurunan yang signifikan, bahkan yang terparah selama ini,” tegasnya.
Sementara, kata Hendrik, kondisi perusahaan yang saat ini hanya beroperasi 50% dari kapasitas terpasang, tetapi dengan beban biaya operasional penuh termasuk kenaikan upah minimum sudah sangat membebani perusahaan. “Untuk itu, apabila SKB angkutan Lebaran ini tidak segera direvisi, akan semakin parah dan menambah masalah baru yang cukup serius.,” kata Hendrik.
Di Industri pertekstilan, lanjut Hendrik, perusahaan yang memperkerjakan hingga puluhan ribu pekerja, dalam satu perusahaan adalah yang berorientasi ekspor, yaitu pekerjaannya memenuhi kontrak dengan buyer untuk pasar ekspor.
GPEI menilai, SKB angkutan Lebaran ini mengancam keterlambatan delivery (pengiriman) barang sesuai kontrak dengan buyer luar negeri.
Untuk itu, kata Hendrik, apabila SKB angkutan lebaran ini tidak segera direvisi, maka akan menimbulkan masalah serius dengan kontrak yang sudah disepakati perusahaan, dengan buyer yaitu terancam kena pinalti dan ini sangat berbahaya, serta merugikan perusahaan yang saat ini dalam kesulitan besar.
“Pinalti ini bisa menyebabkan order perusahaan dipindahkan ke negara lain, dan ini merupakan ancaman sangat serius untuk keberlangsungan hidup perusahaan dan tenaga kerja (mayarakat),” tegas Hendrik.
GPEI berharap, agar regulasi pengaturan angkutan Lebaran, jangan sampai mengabaikan kepentingan perekonomian ataupun ekspor impor nasional, seperti tahu-tahun sebelumnya.
“Kalau mau keluarkan aturan, ya minimal aturan angkutan lebaran itu sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yang tidak sampai mengganngu kegiatan eskpor impor,” pungkas Hendrik.(red/ln)