GEOSIAR.COM – UU TPKS, pelaku perbudakan seksual terancam 15 tahun penjara. Pelaku perbudakan seksual kini bisa dijerat pidana dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Hal itu tercantum dalam beleid yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna pada Selasa (12/4/2022). Dalam salinan dokumen Undang-Undang TPKS yang diterima, larangan dan ancaman hukuman bagi pelaku perbudakan seksual diatur dalam Pasal 13.
“Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” demikian isi Pasal 13 UU TPKS.
Dalam Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS dipaparkan ada 9 jenis perbuatan yang tergolong sebagai kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Tindak pidana kekerasan seksual dalam UU TPKS juga meliputi perkosaan, perbuatan cabul, sampai persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak.
Selain itu perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam laporannya, Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya menyampaikan, RUU ini merupakan aturan yang berpihak kepada korban serta memberikan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang selama ini belum ada untuk menangani kasus kekerasan seksual.
“Ini adalah kehadiran negara, bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini kita sebut dalam fenomena gunung es,” ujar Willy.
(geosiar.com)
Baca Juga : RUU TPKS Sah Menjadi Undang-undang Dalam Rapat Paripurna DPR