Geosiar.com, Medan – Membahas soal pemaparan Indeks Kemerdekaan Pers atau IKP tahun 2019 di Sumatera Utara, di Medan (11/12/2019), Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun menyebutkan faktor tekanan ekonomi menyebabkan independensi media di Sumut rendah. Secara bersamaan tekanan tersebut juga dialami pemilik perusahaan serta para wartawan.
Pendapatan dari sektor iklan yang tersedot oleh media agregator semacam Facebook, Instagram, YouTube dan Twitter membuat media-media mainstream dan ekstrim kebingunan.
Hendry yang merupakan mantan wartawan Harian Kompas menyatakan, dari nilai total pemasangan iklan di media, yakni Rp 200 triliun, Serikat Penerbit Suratkabar menyebutkan media mainstream mengalami penurunan 60%. Dampak ikutannya kesejahteraan wartawan menurun. Baik kesejahteraan dalam hal kompetensi maupun uang. Kepentingan bisnis melampaui idealisme.
“Kemerdekaannya pers di Sumut dari sisi politik dan fisik sangat dipengaruhi kepentingan kuat pemerintah, perusahaan komersial dan pemilik media,” tutur Hendry.
Sementara pembicara lain bernama Agung Darmajaya yang juga berasal dari Dewan Pers menjelaskan, kondisi tekanan faktor ekonomi seperti itu menyebabkan perusahaan media mengabaikan tanggung jawabnya dalam membenahi kompetensi wartawan.
“Standar gaji wartawan juga berada di bawah upah layak,” ungkap Agung yang juga pemilik perusahaan media di Lampung.
Akibatnya, berikut proporsi liputan media yang belum maksimal pada kaum penyandang disabilitas, Dewan Pers menyimpulkan IKP di Sumut pada 2019 berada di peringkat 32 dengan nilai 68,83%. Menurun dari tahun 2018 yang berada di posisi 30. Sementara Lampung dan Papua berada di bawah Sumut.
Hendry melanjutnya, peringkat itu didapat melalui hasil survei yang dilakukan di Indonesia. Survei dilakukan dengan cara wawancara terhadap 12 informan ahli dari para stakeholder yang berasal dari unsur pemerintah, masyarakat sipil dan sebagainya.
Tampil sebagai pembicara pada pemaparan IKP tersebut Rizal Rudi Surya selaku Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Sumut.