‘A Man Called Ahok’ Unggul dari ‘Hanum & Rangga’

by

Geosiar.com, Hiburan – Ramainya spekulasi persaingan film A Man Called Ahok dan Hanum & Rangga: Faith and The City masih hangat diperbincangkan warganet saat ini. Diketahui, netizen membandingkan kedua film yang tayang secara bersamaan pada Kamis (8/11/2018) dengan unsur politik di dalamnya.

Hal ini pun disampaikan oleh dua pengamat film, Benny Benke dan Yan Wijaya. Dalam pendapatnya mereka berdua sepakat, jika film Hanum terkena dampak dari persoalan nonfilm, yaitu setelah Hanum Rais membela Ratna Sarumpaet terkait kasus hoax. Sedangkan Ahok, selalu dikaitkan dengan persoalan politik yang pernah menimpa mantan gubernur DKI itu.

“Menyedihkan sih. Film dikaitkan dengan persoalan politik. Padahal, kedua sutradaranya mengaku (film ini) tidak terkait dengan kepentingan politik praktis. Namun, publik terlanjur mengaitkan hal itu, diperparah perang opini antara para pendukung dan pembenci,” terangnya dalam pesan singkat kepada SP, Senin (12/11/2018).

Benny juga meneruskan, saling sindir dan saling serang via sosial media juga akan mempengaruhi, keinginan seseorang untuk datang menonton atau justru membatalkan niatnya untuk menonton film tersebut.

Selain itu, Yan Wijaya saat dihubungi juga menuturkan data penonton dua film tersebut. Pada hari pertama hingga hari ke empat penayangan, Ahok memimpin dengan total perolehan 587.474 penonton, sedangkan Hanum meraih 201.378 penonton.

Menurut Yan, selain persoalan politik yang mengikat antarkeduanya, jumlah film Ahok yang lebih tinggi dari Hanura, juga karena dipengaruhi oleh konsep awal film ini dikemas oleh sang sutradara Putrama Tuta, dan tiga produser Ilya Sigma, Emir Hakim, dan Reza Hidayat yang menggawanginya.

Yan mengatakan, film A Man Called Ahok yang diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Rudi Valinka memiliki kekuatan untuk merangkul seluruh keluarga. Karena mengisahkan tentang hubungan seorang anak, Basuki Tjahaja Purnama, kepada ayahnya, Kim Nam. Jadi, menurut Yan, film ini bisa ditonton untuk keluarga.

Sementara Hanum, menceritakan kisah romansa Hanum Rais dan sang suami, Rangga. Film ini bercerita tentang perjalanan mempertahankan cinta dan menekankan pada kisah dilemma yang dialami wanita karier. Apakah memilih untuk mengejar impian atau menjaga keutuhan sebuah keluarga.

“Segmennya berbeda, dan Ahok mendapatkan ruang yang lebih luas dari Hanum,” terangnya.

Lain sisi, produser dari A Man Called Ahok, Emir Hakim saat dihubungi SP menampik jika film ini dianggap sebagai wadah atau panggung politik bagi kelompok tertentu. Dirinya menjelaskan, sejak pertama kali film ini direncanakan untuk dibuat, tujuan utamanya adalah untuk menginspirasi banyak orang.

“Kita sadar, orang mendengar kata Pak Ahok pasti berpikir akan ada kisah politik yang kuat. Untuk itu, sejak film ini diumumkan 6 September 2018, kami roadshow ke beberapa kota untuk menyampaikan film ini tidak pernah memposisikan kisah, panggung atau alat politik di film ini. Ini adalah kisah yang diambil dari novel, yang menceritakan bagaimana cara seorang ayah membentuk karakter anaknya, hingga menjadi tokoh yang kuat,” ujarnya.