Geosiar.com, Manado – Remaja asal Manado Sulawesi, Aldi Novel Adilang, sempat berpikiran untuk bunuh diri lantaran perahu rakitnya tak kunjung mencapai daratan setelah terombang-ambing di lautan Pasifik selama puluhan hari.
Perahu rakitnya yang biasa berlabuh di rompong atau penangkaran ikan di tengah laut, sekitar 125 kilometer dari pesisir utara Manado hanyut pada 14 Juli lalu lantaran angin kencang dan cuaca buruk.
Ia bercerita hanya memiliki perbekalan seadanya yang tersimpan di perahu. Salah satu kegundahannya adalah entah sampai kapan akan berada di lautan, bahkan dia sempat khawatir tidak bisa menginjakan kaki lagi di daratan dan bertemu orang tua.
“Yang saya ingat selama terdampar adalah Tuhan dan orang tua. Saya berdoa terus minta diselamatkan agar bisa ketemu lagi sama bapak dan ibu di rumah,” ujar Aldi saat ditemui wawancara di Gedung Trans TV, Jakarta, Jumat (28/9/2018).
“Setiap ada pikiran putus asa, saya coba baca terus Alkitab dan bernyanyi lagu-lagu rohani. Itu yang membuat akhirnya bisa mengurungkan pikiran buruk saya sehingga tidak putus asa,” lanjut Aldi.
Dalam kesempatan itu, dia juga bercerita ini bukan pertama kali tali perahunya putus dari rampong dan membuatnya terdampar di lautan.
“Saya sudah pernah terdampar di lautan dengan rakit saya dua kali. Tapi yang pertama dan kedua itu tidak lama, seminggu saja dan langsung ditemukan oleh kapal-kapal ikan lainnya,” ujar Aldi.
Aldi mengandalkan perbekalan seadanya selama kurang lebih seminggu pertama dia terdampar untuk bertahan hidup. Namun, pasokan beras, lauk-pauk, bumbu dapur, bahan bakar, hingga air bersih semakin menipis.
Aldi menceritakan dia bahkan terpaksa memancing ikan, membakar kayu dari perahu, hingga meminum air laut untuk tetap hidup.
Dia mengatakan bahwa ada sedikitnya 10 kapal yang melewati rakitnya dari kejauhan. Aldi pun sempat mencoba mengirimkan pesan permintaan pertolongan kepada mereka melalui handie talkie (HT).
Tapi kapal-kapal itu tak menanggapi. Aldi bahkan mengatakan ada kapal telah menerima pesannya dan memberi tanda untuk menolongnya tapi tak kunjung datang.
Pada tanggal 31 Agustus, kapal kargo MV Arpeggio yang hendak menuju Jepang tak sengaja mendapat pesan HT dari Aldi dan tak lama mendekati rakitnya. Kapal tersebut kemudian membawa Aldi sampai ke Pelabuhan Tokuyama, Yamaguchi, pada 6 September.
“Saat dibawa ke atas kapal, tubuh saya lemas. Kru-kru kapal sangat baik, mereka benar-benar menolong saya hingga mencucikan baju saya. Selama menuju pelabuhan saya bahkan diminta istirahat saja, jadi kerjaan saya cuma makan dan tidur,” tutur Aldi.
Karena kejadian ini, Aldi mengaku berat badanya turun hingga 20 kilogram. Ketika sampai di daratan, hal pertama yang ia pikirkan adalah bertemu keluarga di kampung dan memakan masakan ibu.
Tiba di Jepang, Aldi langsung didampingi oleh Konsulat Jenderal RI di Osaka. Dua hari di Jepang, Aldi dipulangkan KJRI ke Indonesia pada 8 September menggunakan pesawat menuju Manado.
Setelah peristiwa ini nama Aldi dan kampungnya menjadi perhatian dunia. Sejak tiba di rumah, anak bungsu dari empat bersaudara itu mengaku banyak yang mendatangi rumahnya dan mewawancarainya, mulai dari media lokal hingga media asing.
Aldi menyampaikan untuk sementara waktu dia tidak akan lagi pergi melaut. Selain karena larangan orang tua, Aldi mengaku ingin bekerja di tempat lain. (yl)