Aturan Baru Non Muhrim Satu Meja, Anggota DPR Aceh Kritisi Kebijakan Bireuen

by

Geosiar.com, Aceh – Bupati Bireuen Saifannur mengeluarkan aturan baru menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Tidak hanya masyarakat, anggota DPR Aceh pun mengkritisi aturan baru tersebut.

Kautsar M Yus, salah satu anggota DPR Aceh mengaku aturan tersebut dapat membatasi ruang gerak perempuan di ranah publik.

“Saya sebagai wakil rakyat di DPR Aceh dari Dapil Bireuen turut merasa malu dengan kebijakan ini,” kata Kautsar dalam akun twitter pribadinya, Kamis (6/9/2018).

“Sebagai wakil rakyat dari Bireuen saya malu kok Kabupaten Bireuen yang kosmopolit itu kini menjadi jumut dan kolot karena peraturan yang tak masuk akal ini,” tambahnya.

Kautsar berpendapat banyak cara dilakukan pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan kinerjanya kepada masyarakat. Selain itu, banyak cara juga dilakukan untuk menutupi kegagalannya.

“Biasanya qanun-qanun agama dieksploitasi untuk tujuan ini karena qanun keagamaan paling mudah mengundang simpati apalagi hal-hal yang membatasi ruang gerak perempuan,” tulisnya di akun Facebooknya.

Dia pun khawatir aturan tersebut tidak dapat diterapkan. Dia memberikan contoh seperti aturan larangan ngangkang di Lhokseumawe dan perempuan wajib pakai rok di Aceh Barat.

“Ada baiknya Pemerintah Bireuen mempertimbangkan kembali aturan tersebut,” ungkapnya.

Sebelumnya, Bupati Bireuen Saifannur mengeluarkan standarisasi warung kopi, cafe dan restoran sesuai syariat Islam.

Dalam salah satu poin, laki-laki dan perempuan haram makan dan minum satu meja kecuali bersama muhrimnya.

“Poin ke-13 itu haramnya laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya. Kalau sama mahramnya kan tidak masalah, tapi kalau bukan mahram itu haram, karena di dalam hukum syariat itu haram hukumnya,” kata Kadis Syariat Islam Kabupaten Bireuen, Jufliwan saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (4/9/2018).

Aturan standarisasi warung kopi ini diteken Bupati Bireuen Saifannur pada 30 Agustus lalu. Dalam aturan tersebut, ada 14 poin yang mengatur tentang keberadaan warung kopi. Dari semua poin, poin 9 dan 13 yang menarik perhatian.

“Jadi itukan standar warung kopi, itu standarnya. Sedangkan wanita mau minum kopi silakan tapi dengan mahramnya. Itukan aturan syariat,” ungkap Jufliwan. (Ut)