Geosiar.com, Jakarta – Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan jika ingin melarang mantan terpidana korupsi menjadi bakal caleg, anggota KPU harus menjadi anggota DPR.
Dia menilai, hanya anggota DPR yang memiliki kewenangan untuk membuat UU, salah satunya yaitu dapat melarang eks koruptor menjadi bakal caleg.
“Pernah diusulkan oleh Pak Fahri (Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR) kalau tidak salah, kalaupun mau teman-teman KPU membuat spirit (pelarangan caleg eks koruptor) ini menjadikan peraturan, mudah, melepaskan dirinya jadi anggota KPU, daftar jadi anggota legislatif dan kemudian membuat UU tersebut,” ujar Rahmat dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/9/2018).
Saat ini, kata Rahmat, anggota KPU saat telah melebihi tugasnya sebagai penyelenggara pemilu. Ia melihat KPU saat ini bertindak layaknya DPR yang memiliki fungsi legislasi, yakni menyusun, membahas, hingga menetapkan UU.
“Jadi KPU menempatkan sebagai badan legislasi, kekuasaan legislasi. Dan tampaknya eksekutif, karena ekseskutif dan legislasi kan. Karena UU yang buat antara kekuasaan ini,” ujarnya.
“Jadi akhirnya saya sudah membayangkan kalau mengikuti pola seperti ini teman-teman (eks napi koruptor) ini tidak akan ada di dalam daftar calon anggota dan tidak akan masuk, bermimpi pun tidak akan bisa masuk ke dalam kertas suara tersebut. Kenapa? Karena sudah dihilangkan (haknya),” ujar Rahmat.
Di samping itu, Rahmat menilai PKPU itu tidak bermasalah jika MA menyatakan itu sejalan dengan UU. Namun jika sebaliknya, KPU bisa dituntut secara perdata oleh para eks koruptor itu.
Ia juga mengatakan Bawaslu tetap pada keputusan awal, yakni memberi izin eks koruptor masuk ke dalam Daftar Calon Sementara hingga MA mengeluarkan putusan atas uji materi PKPU. Dan ia mengklaim pihaknya sepakat jika para eks koruptor diberi catatan khusus agar bisa mengoreksi status para eks koruptor sebagai bacaleg jika MA menyatakan PKPU sejalan dengan UU.
“Kami menginginkan KPU melaksanakan dulu supaya rehabilitasinya mudah. Misalnya, kami diputuskan bahwa PKPU tidak bertentangan dengan UU, kami akan melakukan fungsi koreksi. KPU tidak bisa melakukan fungsi koreksi,” kata Rahmat. (yl)