Geosiar.com, Malang – Satu per satu anggota DPRD Kota Malang mengenakan rompi tahanan. Sebanyak 22 tersangka digiring ke mobil tahanan, Senin (3/9/2018) petang.
Mereka semua menyusul 19 kawannya, sesama anggota DPRD Malang yang sudah lebih dulu dijebloskan ke rumah tahanan. Total 41 dari 45 anggota DPRD Malang diduga terlibat kasus suap dan gratifikasi massal Anggaran Pendapatan Belanja Daerah-Perubahan (APBD-P) Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
KPK sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan 19 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Dengan demikian, hanya tersisa empat anggota di DPRD Kota Malang, Jawa Timur.
“Hingga saat ini dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, sudah ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin (3/9/2018).
KPK menduga 22 tersangka itu menerima fee masing-masing Rp 12,5 juta hingga Rp 50 juta dari Wali Kota nonaktif Malang Moch Anton. Uang itu disinyalir terkait persetujuan penetapan RAPBD-P Malang tahun 2015.
“Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang eletronik bahwa 22 tersangka diduga menerima fee masing-masing antara Rp 12,5 hingga Rp 50 dari Moch Anton,” ucap Basaria.
Para anggota DPRD Kota Malang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut, antara lain, Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjajyono.
Kemudian Een Ambarsari, Bambang Triyoso, Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto.
Atas perbuatan ITU, 22 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu mereka juga dijerat dengan Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang telah menjerat 21 tersangka, mulai dari Wali Kota Malang Moch. Anton, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyoni, dan 19 anggota DPRD Kota Malang lainnya.
Anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 sendiri diisi sejumlah kader partai politik, di antaranya PDIP dengan 11 kursi, PKB dengan 6 kursi, Golkar dan Demokrat dengan 5 kursi, Gerindra dan PAN dengan 4 kursi, Hanura, PKS, dan PPP masing-masing 3 kursi, serta NasDem dengan 1 kursi.
Korupsi Massal di Malang memecah rekor sebelumnya yang menjerat 38 anggota DPRD Sumatera Utara. Keterlibatannya kurang lebih sama yaitu melibatkan banyak unsur hingga kepala daerah sekalipun. Di Sumut, mereka semua diduga menerima suap sekitar Rp 300 juta hingga Rp 500 juta dari mantan Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, terkait sejumlah hal. Yakni, proses persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut periode 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut pada tahun 2015.