Iran-GeoSiar.com, Farida Abbas Khalaf mengisahkan pahit dan getir kehidupannya ketika menjadi tawanan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sejak 2014.
Kepada Daily Mirror Kamis (22/2/2018), Khalaf menceritakan kronologi penyanderaan yang dilakukan kelompok tersebut Negara ISIS seusai menyerang desanya.
Khalaf adalah perempuan Yazidi yang merupakan salah satu etnis minoritas di Irak dengan estimasi jumlah 100.000 orang.
Dalam penyanderaan, seluruh yang berjenis kelamin laki-laki di bunuh, sementaranya serta para perempuan lainnya, termasuk Khalaf ditawan, dan dibawa ke Raqqa yang merupakan ibu kota ISIS di Suriah.
Setiap hari, Khalaf mendapat siksaan yang sadis. Selan dipaksa untuk melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga seperti memasak, dan mencuci pakaian anggota ISIS, ia juga dijadikan budak seks secara bergiliran.
“Setiap kali diperkosa, mereka juga menyiksa saya,” ujar Khalaf.
Dalam kehidupannya sebagai seorang tahanan, Khalaf juga mengaku pernah dipaksa melihat seorang bocah perempuan berusia delapan tahun diperkosa habis-habisan di depannya.
Selama dua bulan pertama, Khalaf menerima perlakuan tidak manusiawi yang membuatnya terluka, dan kesulitan untuk berjalan.
Kahalaf juga mengaku pernah diperdagangkan dari anggota ISIS yang satu ke anggota ISIS lainnya.
Mendapat penyiksaan fisik dan batin, Khalaf mengaku tak ingin menyerah dengan keadaan yang ada.
Salah satu yang membuat Khalaf bertahan untuk hidup adalah pesan sang ayah yang sangat menyayanginya.
“Saya menjaga mental saya agar tidak terganggu dengan mengingat nasehat sang ayah yang telah tiada,” kisahnya.
Khalaf mengaku bahwa ayahnya sering berpesan jika ia adalah seorang wanita yang kuat dan pemberani.
“Saya merasa ayah selalu bersama saya ketika memikirkan setiap ucapannya,” ujar Khala.
Kesempatan untuknya kabur terbuka ketika salah satu petinggi ISIS mengancam bakal membunuhnya jika tak menuruti permintaannya.
Semenjak itu, niat untuk kabur sebagai tahanan ISIS semakin besar.
Khalaf mengajak lima perempuan Yazidi lainnya untuk kabur pada malam hari.
Keesokan harinya, keenamnya mencoba untuk bersembunyi di salah satu rumah warga untuk menghindari tentara ISIS.
Saat itu, Khalaf mengaku tidak mengetahui apakah rumah yang dia ketuk adalah kediaman anggota ISIS atau tidak.
Khalaf akhirnya selamat ketika anggota keluarga yang membukakan pintu tersebut bukan anggota ISIS.
Keluarga sederhana itu menerima Khalaf dan perempuan lainnya selama tiga hari tiga malam.
Meski, mereka harus membayar sejumlah besar uang sebagai biaya bersembunyi, Khalaf dan korban ISIS lainnya berhasil kembali ke Irak.
Khalaf kemudian mulai mendapatkan dunia yang berbeda dan jauh lebih tentram ketika bisa berhasil sampai ke Irak.
Setelah sampai di Irak, Khalaf memulai semua kehidupan normalnya dari awal. Hingga suatu saat, Khalaf berkesempatan untuk menetap di Jerman.
Kini kehidupan Khalaf jauh lebih baik ketika akhirnya mendapatkan pujaan hatinya dan bertunangan dengan Nazhan Alias Hassan, yang juga sesama orang Yazidi.
Sebagai ucapan terimakasihnya telah terlepas dari perbudakan dan perzinahan, Khalaf memutuskan untuk mengabdikan diri dan aktif dalam lembaga non-profit bernama Yazda.
Melalui lembaga ini, Khalaf berusaha membawa anggota ISIS untuk diadili seusai dengan perbuatannya yang keji.
Khalaf juga sedang berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan dunia bahwa ISIS telah membantai Yazidi di Irak dan Suriah.(Kps/r1)