Bawaslu-Parpol Deklarasi Tolak Politik Uang dan Politisasi SARA di Pilkada 2018

by

Jakarta-Geosiar.com, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengajak partai politik mendeklarasikan tolak dan lawan politik uang dan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) untuk pemilihan kepala daerah serentak 2018 berintegritas.

Ketua Bawaslu Abhan di Royal Hotel, Kuningan, Jakarta, Sabtu (10/2/2018) mengatakan, kerjasama itu untuk menciptakan Pilkada yang bersih dan aman dari politik uang dan isu SARA. “Komitmen bersama ini menjadi kunci bagi kita semua untuk secara bersama-sama menciptakan setiap tahapan pilkada 2018 bebas dari pengaruh politik transaksional dan penggunaan SARA dalam kampanye pilkada”.

Setelah pernyataan sikap bersama dilakukan, Bawaslu dan Parpol kemudian membubuhkan cap telapak tangan sebagai lambang penolakan terhadap politik uang dan isu SARA dalam penyelenggaraan Pilkada 2018.

Hadir dalam deklarasi tersebut sejumlah partai politik diantarannya, Partai Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Bulan Bintang, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Abhan menegaskan, politik uang dan isu SARA merupakan penghambat dalam mewujudkan pilkada berkualitas. Menurut dia, semua elemen bangsa, khususnya yang terlibat dalam pemilu harus menyatakan perlawanan pada politik uang. Sebab, praktik politik uang menciptakan potensi tindakan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Politisasi SARA berpotensi mengganggu persaudaraan dalam negara kesatuan Indonesia,” ujarnya.

Sebagai penyelenggara pemilu, Abhan menegaskan bahwa Bawaslu berkomitmen dan bertanggung jawab memastikan integritas pilkada. Komitmen itu, kata dia, diwujudkan dengan mengajak semua pihak untuk terlibat, termasuk partai politik.

Pilkada sebelumnya, kata dia, Bawaslu mencatat tujuh daerah yang rawan melakukan praktik politik uang. Dari ke tujuh daerah yang rawan tersebut di antaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.

Adapun potensi penggunaan SARA, berdasarkan hasil pemetaan Bawaslu terjadi di beberapa provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara dan Papua.(Tpo/R2)