Sri Sultan Himbau Masyarakat Tak Perpanjang Konflik Baksos di Yogyakarta

by

Yogyakarta-GeoSiar.com, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan pendapat terhadap penolakan sekelompok organisasi kemasyarakatan ormas Islam terhadap kegiatan bakti sosial (baksos) Gereja Santo Paulus, Pringgolayan, Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, pada Minggu (28/1/2018).

Menurut Sultan, ada baiknya bila ingin memberikan bantuan jangan mengatas namakan gereja.

“Mbok baksos itu enggak usah mengatasnamakan gereja, kan (persepsinya) jadi lain,” ujar Sultan menjawab pertanyaan karena pengemasan acaranya kurang tepat.

Menurut Sultan, bakti sosial gereja di tengah lingkungan warga muslim tak perlu dikemas dengan identitas yang berpotensi memicu konflik dan sangat sensitif.

“Itu dengan konteks agama lain pun masalahnya juga akan sama, nggak mesti Kristen-Islam,” ujarnya.

Penggunaan identitas gereja, menurut Sultan tak akan jadi persoalan jika di kalangan internal mereka sendiri.

“Ya padha-padha lah (ya sama-sama lah),” ujarnya.

Sultan meminta persoalan pembatalan baksos gereja tersebut tak perlu diperpanjang karena sudah di tangani oleh pihak yang berwajib.

“Sudah dimediasi polisi,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Polisi Resor Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Ajun Komisaris Besar Polisi Sahat M. Hasibuan, mengungkapkan kondisi sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) yang mengatas namakan Islam, seperti Front Jihad Islam (FJI), Forum Umat Islam (FUI), dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tidak bertindak anarkis ketika ingin membatalkan rencana bakti sosial panitia Gereja Santo Paulus, Pringgolayan Banguntapan, Bantul.

“Kalau anarkis kami hajar. Tidak ada pembubaran. Ormas (FJI) mempersilakan baksos di gereja,” kata AKBP Sahat M. Hasibuan, pada Selasa (30/1/2018).

Sahat mengatakan bahwa penolakan baksos itu terjadi karena kurangnya komunikasi pihak gereja dengan masyarakat.

Sejumlah masyarakat Pringgolayan yang mayoritas muslim menolak acara baksos melalui perwakilan ormas pada Minggu (28/1/2018).

Mereka lebih menyarankan bila bakti sosial dilakukan di lingkungan gereja karena beranggapan bahwa baksos ini merupakan upaya kristenisasi.

Menurut Agustinus Ariawan, Romo Paroki Gereja Santo Paulus, Pringgolayan Bantul, kegiatan baksos ini merupakan rangkaian dari memperingati 32 tahun berdirinya gereja sekaligus peresmian paroki dari paroki administratif menjadi paroki mandiri.

Selain bakti sosial, panitia sudah terlebih dahulu mengundang kalangan muslim dalam tirakatan dan syukuran paseduluran.

Umat juga sudah melakukan ziarah ke sejumlah tokoh.

Bakti sosial itu, kata Ariawan bertujuan untuk menyasar kalangan lintas iman yang multikultural, bukan hanya dari kalangan yang seiman saja.

Kegiatan itu sedianya diisi dengan penjualan 185 paket sembilan bahan pokok (sembako) dengan harga murah dan pemeriksaan kesehatan.

Namun, meskipun demikian, ormas tersebut tetap bersih keras membatalkan baksos.

“Kami menghadapi orang yang berprinsip pokoe sehingga panitia membatalkan bakti sosial,” pungkasnya.(tmpo/r1)