Jakarta-Geosiar.com, Dalam Rekapitulasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) peserta pilkada serentak 2018 yang ditutup Jumat (19/1/2018) malam pukul 00.00 WIB, bakal calon wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Sihar Sitorus memiliki kekayaan tertinggi di antara peserta Pilkada serentak 2018.
Kekayaan Sihar mencapai Rp 350,887 miliar. Kekayaannya jauh lebih tinggi dibandingkan pasangannya bakal calon Gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat. Kader PDI Perjuangan itu memiliki kekayaan Rp 8,433 miliar.
Jika Sihar tercatat sebagai calon terkaya, Syapuani, bakal calon Bupati Murung Raya (Mura), Kalimantan Tengah, tercatat memiliki harta terkecil dibanding kontestan lain. Utangnya lebih besar daripada aset yang dimiliki. Tercatat, dalam LHKPN, kekayaannya minus Rp 115.172.000. Pasangan Syapuani, Dihasbi, juga memiliki harta yang tergolong sangat kecil untuk ukuran calon kepala daerah, Rp 100 juta.
”Itu riil harta yang kami laporkan ke LHKPN. Kami hanya pensiunan PNS yang ingin mengabdi kepada masyarakat melalui jalur independen,” ucap Syapuani dalam laporan Kalteng Pos.
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menyatakan bahwa pihaknya harus bekerja keras untuk menyelesaikan rekapitulasi laporan kekayaan pasangan calon. Sebab, banyak calon yang mengurus data kekayaan mendekati deadline.
Selama melayani laporan kekayaan peserta pilkada, KPK selalu menunggu sampai jam kerja berakhir. Bahkan, KPK telah menyiapkan sepuluh meja pelayanan untuk pelapor yang datang langsung ke gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, seluruh data LHKPN bakal diverifikasi lebih lanjut. Pihaknya belum bisa menentukan apakah harta kekayaan seluruh calon kepala daerah itu berasal dari sumber pendapatan yang jelas. Namun, yang pasti, pelaporan LHKPN di KPK sudah ditutup kemarin.
Dengan demikian, calon yang belum mendaftar otomatis tidak bisa memenuhi syarat pencalonan. ”Kalau tidak lapor (LHKPN), tentu syarat (pencalonan) tidak terpenuhi, tapi itu (gugur tidaknya calon) merupakan domain KPU,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. (Jpnn/R2)