Jakarta-Geosiar.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Bimanesh ditahan sebagai tersangka tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik atas tersangka Setya Novanto.
“Ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur untuk 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (12/1/2018).
KPK memeriksa Bimanesh kurang lebih 13 jam. Saat keluar dari gedung KPK, Bimanesh memilih bungkam. Dengan menggunakan rompi oranye tahanan KPK, Bimanesh tak menggubris pertanyaan wartawan saat dan langsung masuk ke mobil KPK.
Dokter Bimanesh di duga ikut terlibat dalam drama hilangnya Novanto saat ingin diperiksa KPK dalam kasus e-KTP. Bimanesh merupakan dokter spesialis penyakit dalam, konsultan ginjal, dan hipertensi di RS Medika Permata Hijau.
Selain Bimanesh, advokat Fredrich Yunadi telah ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait kasus tersebut pada Rabu (10/1).
Fredrich Yunadi merupakan mantan kuasa hukum Novanto, sedianya dia diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (12/1). Namun, Fredrich melalui kuasa hukumnya Sapriyanto Refa meminta KPK agar menunda pemeriksaan sampai adanya putusan terkait pemeriksaan Fredrich oleh Komisi Pengawas Peradi.
Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memalsukan tersangka Setya Novanto ke Rumah Sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK
Fredrich dan Bimanesh dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta. (Ant/R2)