Jakarta-GeoSiar.com, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) melakukan respon cepat terhadap wabah penyakit Difteri yang telah tersebar di beberapa daerah di Tanah Air termasuk di wilayah ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta.
Kemenkes meninjau secara langsung pelaksanaan outbreak response immunization (ORI) di SMA Negeri 33 Jakarta, Senin (11/12/2017) pagi.
Laporan kasus Difteri, sejak 1 Januari s.d 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak 591 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di Indonesia.
Menangani kasus ini, Kemenkes segera melakukan langkah outbreak response immunization (ORI) pada 12 Kabupaten/Kota di 3 provinsi yang mengalami KLB yakni Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Pemerintah juga menjamin keamanan, ketersediannya dan menggratiskan seluruh biaya perobatan.
“Adanya satu kasus Difteri terkonfirmasi laboratorium secara klinis sudah dapat menjadi dasar bahwa suatu daerah dinyatakan berada dalam kondisi KLB, karena tingkat kematiannya tinggi dan dapat menular dengan cepat,” tutur dr. Nila Farid.
Menurut Menkes, Difteri terjadi karena adanya kesenjangan imunitas atau immunity gap di kalangan penduduk suatu daerah.
“Keadaan ini terjadi karena ada kelompok yang tidak mendapatkan imunisasi atau status imunisasinya tidak lengkap sehingga tidak terbentuk kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri Difteri, sehingga mudah tertular Difteri,” tuturnya.
Difteri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae dan ditandai dengan adanya peradangan pada selaput saluran pernafasan bagian atas, hidung dan kulit. Penyakit ini juga sangat berbahaya dan menyebabkan kematian.
“Gejala demam yang tidak terlalu tinggi. Namun yang terjadi adalah adanya selaput yang menutup saluran napas. Selain itu, bakteri tersebut juga mengakibatkan gangguan jantung dan sistem syaraf”, tambah Menkes.
Imunisasi untuk mencegah Difteri sudah termasuk ke dalam program nasional imunisasi dasar lengkap, meliputi: (1) Tiga dosis imunisasi dasar DPT-HB-Hib (Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis-B dan Haemofilus influensa tipe b) pada usia 2, 3 dan 4 bulan, (2) Satu dosis imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib saat usia 18 bulan, (3) Satu dosis imunisasi lanjutan DT (Difteri Tetanus) bagi anak kelas 1 SD/sederajat, (4) Satu dosis imunisasi lanjutan Td (Tetanus difteri) bagi anak kelas 2 SD/sederajat, dan (5) Satu dosis imunisasi lanjutan Td bagi anak kelas 5 SD/sederajat.
“Imunisasi ini upaya preventif yang spesifik terhadap penyakit. Imunisasi Difteri dimulai sejak anak usia 2, 3, dan 4 bulan. Lalu untuk meningkatkan antibodinya lagi, harus diulang di usia 2 tahun, 5 tahun dan usia sekolah dasar”, pungkasnya. (lpt6/r1)