Jakarta-GeoSiar.com, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tengah menoreh berbagai kesuksesan dan prestasi baik di tingkat nasional maupaun internasional. Meskipun saat ini Ahok mendekam dalam penjara terkait penodaan agama, namun karir gemilang tetap tak lekang dari seorang Ahok.
Dedikasinya untuk negara menorehkan berbagai penghargaan dalam jejang karirnya.
Penghargaan itu diberikan dari beragam instansi, mulai dari KPK, Bappenas dan LKPP, hingga PT Telkom Indonesia.
Tak hanya nasional, prestasi Ahok juga mendapat sorotan dunia. Penghargaan teranyar datang dari hasil pilihan majalah Foreign Policy. Dalam daftarnya, nama mantan Gubernur DKI Jakarta masuk dalam Global reThinkers 2017 yang berisi para pemimpin terkemuka dan intelektual dunia
Nama-nama yang masuk dalam daftar para pemimpin terkemuka dan intelektual dunia hasil pilihan majalah Foreign Policy dari Amerika Serikat yakni Global reThinkers 2017 .
“Tahun ini, Foreign Policy dengan bangga mempersembahkan Global reThinkers para legislator, teknokrat, komedian, advokat, pengusaha, pembuat film, presiden, provokator, tahanan politik, periset, ahli strategi, dan visioner yang secara bersama-sama menemukan cara yang luar biasa, tak hanya untuk memikirkan kembali dunia kita yang baru dan aneh ini, tapi juga membentuknya kembali. Mereka adalah orang-orang yang bertindak, yang mendefinisikan 2017,” demikian dikutip dari situs Foreign.
“Untuk tetap berdiri di tengah fundamentalisme yang sedang bertumbuh di Indonesia,” demikian alasan Foreign Policy memilih Ahok.
Dalam narasinya, associate editor di Foreign Policy, Benjamin Soloway menyebut, saat terjun ke dunia politik di Jakarta pada 2012, Ahok tak sesuai dengan profil politikus pada umumnya.
“Ia bermulut tajam, keturunan Tionghoa, dan seorang Protestan di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia,” kata Soloway.
Pada awalnya, dia menambahkan, latar belakang Ahok tak menjadi masalah. Namun, situasi berbalik pada 2017.
Pidatonya yang mengantarkannya pada jeruji besi ternyata bisa membalikkan keadaan yang dari semula diterima masyarkat menjadi penolakan dalam masyarakat yang didominasi oleh penduduk islam. Ahok kemudian dinyatakan bersalah dalam kasus penistaan agama, kalah dalam pilkada, dan akhirnya dipenjara.
Tak berhenti sampai disitu, Ahok juga mendapat sorotan dari media ternama AS, New York Times. Dalam koran terbesar di AS itu, cerita tentang Ahok ditulis pada halaman A10 dengan judul “Run by Jakarta Governor Up ends Indonesia’s Party Politics”.
Dalam laporan New York Times yang diterbitkan pada 5 Juni 2016, dijelaskan, sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2014, Ahok telah menunjukkan taring pada birokrat yang tak kompeten dan melakukan penyimpangan anggaran.
Namun kini, target barunya adalah mengguncang sistem politik oligarki yang sudah berakar di Indonesia. New York Times menyebut Ahok sebagai “orang luar” dalam politik sebab dia berasal dari kelompok minoritas. Ahok beretnis Tionghoa dan beragama Kristen di tengah-tengah penduduk Jakarta yang mayoritas beragama Islam.
Ahok dengan pilihannya melalui jalur independen untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2017 telah mengguncang sistem politik Indonesia.
Sejak Indonesia mulai menerapkan sistem pemilihan umum yang bebas pada akhir tahun 1990, calon independen sudah dipastikan kalah. Namun, kali ini Ahok justru mendapat banyak dukungan.
Padahal 10 partai di parlemen dikuasi oleh dinasti politik, mantan jenderal, dan taipan bisnis yang membiayai mereka. Sementara sisanya adalah kelompok berbasis Islam yang ideologi politiknya bisa berubah tergantung pada koalisi partai.
Koran dengan oplah terbesar di AS itu kemudian mengutip Charlotte Setijadi, periset di program Ilmu Indonesia di Institut Studi Asia Tenggara-Yusof Ishak yang berbasis di Singapura: “Ahok menjadi alternatif bagi warga yang sudah muak dengan sistem politik di Indonesia”.
“Saya pikir ini adalah gambaran yang bisa menolongnya dalam pemilihan gubernur,” ucap Charlotte.
Dalam laporan New York Times dikatakan Ahok memilih jalur independen karena tak ingin memiliki nasib yang sama seperti Presiden Jokowi. Sebab, meskipun menjadi presiden, Jokowi hanya “petugas partai” dan kebijakannya kerap “disembelih” oleh partai pendukungnya sendiri, yaitu PDIP.
Jika ditilik lebih jauh kedalam, prestasi yang diterima oleh Ahok di dalam negeri adalah Ahok dapat membangun ketahanan kota, Jakarta menjadi salah satu finalis dari kota-kota dunia yang diajak bergabung dalam jaringan 100 Resilient Cities atau 100 RC.
Kota-kota yang tergabung dalam 100 Resilient Cities itu nantinya akan bersinergi dengan komunitas global.
Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Oswar Mungkasa juga mengakui prestasi Ahok tersebut dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 Mei 2016.
100 RC merupakan sebuah program yang dipelopori The Rockefeller Foundation yang bercita-cita membantu kota di seluruh dunia dalam meningkatkan ketahanan dalam menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan fisik.
Manfaat yang bisa diraih dari program itu, Jakarta diberikan kemudahan dalam mengakses beragam fasilitas. Di antaranya berupa perangkat, pendanaan, sumbangan keahlian teknis dan berbagai sumber daya lainnya. Semua itu dimaksudkan untuk membangun ketahanan kota dalam menghadapi tantangan era abad ke-21.(lpt6/r1)