Jakarta-GeoSiar.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan akan membidik pihak-pihak yang diduga menghalangi proses penyidikan korupsi e-KTP dan menyembunyikan tersangka korupsi E-KTP.
Belakangan kabar hilangnya Setya Novanto setelah di tetapkan sebagai tersangka dan di jemput paksa KPK mengundang banyak tanya dimasyarakat. Apalagi sehari setelah Setya Novanto hilang, namanya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Tak berapa lama setelah itu, mobil yang dikendarainya menabrak tiang listrik di kompleks Permata Hijau yang menyebabkan luka di bagian kepala dan harus mendapatkan perawatan intensif.
Jurnalis Metro TV, Hilman Mattauch, dinyatakan sebagai pihak yang bersalah karena terlibat dalam menyembunyikan Ketua Umum Golkar. Hilman merupakan supir yang mengemudikan mobil saat tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawanya.
“Kalau ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan atau menghalangi kasus e-KTP atau yang lain, ada risiko pidana diatur Pasal 21 UU Tipikor,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 17 November 2017 malam.
Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah akan berkoordinasi dengan Dirlantas Polri yang mengolah tempat kejadian perkara (TKP) kecelakaan mobil yang ditumpangi Setya Novanto.
Hilman bisa dijerat lantaran diduga sudah mengetahui keberadaan Setnov saat tim penyidik KPK hendak menjemput paksa Ketua DPR RI tersebut pada Rabu, 15 November 2017 malam. Namun, Hilman diduga saat itu tidak melaporkannya ke KPK.
Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah akan menelisik dugaan tersebut.
“Ini sudah kami ingatkan agar pihak-pihak tertentu tidak berupaya melindungi tersangka atau melakukan hal-hal lain dalam kasus e-KTP. Ancamannya 3 sampai 12 tahun. Jadi (ini) tindak pidana yang serius dan KPK akan mempelajari hal-hal itu,” kata Febri.
Terlebih, pada hari ini tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK sudah menerima laporan adanya dugaan tindak pidana merintangi proses penyidikan e-KTP.
“Karena hari ini KPK terima pengaduan masyarakat terkait pihak-pihak yang lakukan Pasal 21 itu, dan dilakukan telaah dan dalami fakta-fakta yang ada dan analis info yang ada,” terang Febri.
Terkait adanya jurnalis televisi yang diduga memiliki ‘hubungan khusus’ dengan salah satu tersangka kasus KTP elektronik atau e-KTP, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) angkat bicara.
Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana meminta jurnalis bekerja profesional dan berpegang pada kode etik jurnalistik dalam menjalankan tugasnya.
“Jurnalis Indonesia dalam menjalankan tugasnya wajib mengedepankan kepentingan publik,” ujar Yadi melalui pesan tertulis, Sabtu (18/11/2017).
Menurut Yadi, walaupun jurnalis diperkenankan memperkuat hubungan dan jaringan terhadap berbagai kelompok atau tokoh, Yadi meminta jurnalis bersikap independen dalam menjalankan tugas jurnalistik tanpa terlibat dalam suatu persekongkolan dengan berbagai pihak untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Apalagi dengan pihak yang bermasalah dengan hukum.
“Jurnalis tidak diperkenakan melakukan pekerjaan di luar kapasitasnya, apalagi melindungi atau menyembunyikan seseorang yang bertentangan dengan hukum (tersangka),” tegas Yadi Hendriana.