Jakarta-Geosiar.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedianya menjemput tersangka kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto, di kediamannya di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun hingga hari ini, Kamis, 16 November 2017, Komisi antirusuah tersebut tidk mengetahui keberadaan Novanto.
Saat mendatangi kediaman Novanto, KPK hanya menjumpai istri Setya, Deisti Astriani Tagor, kuasa hukum Fredrich Yunadi, dan politikus Golkar Mahyudin di lokasi tersebut. Mereka mengaku tak mengetahui keberadaan Ketua DPR ini. Bahkan, pengacara Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan komunikasi terahir dengan Novanto terjadi sebelum pukul 18.30 WIB Rabu kemarin.
Novanto diketahui memiliki sejumlah tempat tinggal. Selain kediaman pribadi di Jalan Wijaya, Novanto juga memiliki rumah dinas di Jalan Widya Chandra III Nomor 10, Jakarta Selatan. Novanto juga diketahui memiliki rumah di kawasan bilangan elit di Jalan Kartika Utama PU, Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Rumah itu dikabarkan memiliki ruang bawah tanah atau bunker.
Di luar Jakarta, Setya juga mempunyai sebuah rumah mewah di wilayah Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia juga memiliki sebuah villa di kawasan Canggu, Bali.
Setya telah tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo. Setya juga tak hadir untuk pemeriksaan perdananya sebagai tersangka yang sedianya berlangsung kemarin.
Status Ketua Partai Golkar tersebut yang ‘hilang’ dari kediamannya menyusahkan KPK menggali informasi terkait kasus mega proyek e-KTP. KPK pun menimbang untuk menetapkan Novanto sebagai buron.
“Kami mempertimbangkan lebih lanjut dan koordinasi dengan Polri untuk menerbitkan surat DPO,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan pada Kamis, 16 November 2017 dini hari.
Meski tak mengetahui keberadaan Novanto, Fredrich Yunadi berujar dirinya masih yakin kliennya masih berada di Jakarta. “Saya yakin 100 persen di Jakarta,” ujar Fredrich.
KPK sendiri telah mencegah Setya Novanto untuk berpergian keluar negeri. Surat pencegahan itu diterima oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM per 2 Oktober lalu dan telah diberlakukan untuk enam bulan ke depan. (Tpo/R2)