Medan-Geosiar.com, Menanggapi gempuran penggunaan bahasa asing disetiap sendi kehidupan masyarakat yang menancam eksistensi bahasa Indonesia dan bahasa daerah, Pemerintah Provinsi Sumut membuat kebijakan dengan melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah.
Perda ini sengaja dibuat untuk menangkal terpinggirnya bahasa indonesia dan bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara. Seperti diketahui terdapat 8 Suku asli yang berasal dari daerah Sumatera Utara. Suku Melayu, Batak Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Mandailing, Angkola dan Nias. Keberadaan bahasa daerah akan terancam punah jika bahasa asing dibiarkan berkembang dalam sendi kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu terbitnya Peraturan Daerah (Perda) No 8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa Daerah dan Sastra Daerah dinilai sebagai langkah yang tepat.
“Allhamdulillah sekarang sudah ada payung hukumnya. Kalau dulu sifatnya kita hanya sekedar menghimbau, dengan adanya Perda ini maka sudah ada aturan jelas terkait adanya sanksi administratif kepada pelanggarnya. Oleh karena kita sangat berterimakasih kepada Pemprov Sumut yang sudah merealisasikan Perda ini,”ujar Kepala Balai Bahasa Sumut Dr Hj Tengku Syarfina M Hum dilansir dari humas.sumutprov.go.id.
Dalam penjelasan saat konferensi pers di Kantor Gubsu, Syarfina menjelaskan melalui pasal 9 Perda tersebut, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam bahasa produk hukum daerah, dokumentasi resmi daerah, sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional, dalam forum yang bersifat nasional dan internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau pemukiman, perkantoran, komplek perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum di Indonesia. Selain itu Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum, serta dalam informasi melalui media massa.
“Sementara Pasal 18-nya menyatakan, lembaga atau institusi yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 9 dikenakan sanksi berupa lisan, teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan layanan publik dan pencabutan sementara izin. Sanksi diberikan gubernur berdasarkan usulan pimpinan SKPD yang berwenang,” ujar Syarfina.
Lebih lanjut, pelaksana pengawasan pengembangan, pembinaan dan pelindungan Bahasa Indonesia dilaksanakan oleh Balai Bahasa Sumut. Sedangkan pelaksana pengawasan pengembangan, pembinaan dan pelindungan Bahasa daerah dan Sastra Daerah dilaksanakan oleh Gubernur yang didelegasikan kepada kepada Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan berkoordinasi dengan Balai Bahasa Sumut.
Pemerintah daerah wajib mengadakan buku pelajaran, buku pengayakan, dan buku bacaan bahasa dan sastra daerah sebagai refrerensi bagi peserta didik dalam pengembangan kemampuan berbahasa daerah. Pemerintah daerah wajib memperkaya buku bahasa dan sastra daerah di perpustakaan, juga mendorong dan menfasilitasi organisasi serta lembaga kemasyarakatan dalam pelestarian bahasa dan sastra daerah.
“Perda ini merupakan produk hukum baru, maka perlu disosialisasikan ke masyarakat. Nanti kita bersama anggota DPRD Sumut akan mensosialisasikan Perda ini ke daerah-daerah,” kata Syarfina.
(sumber: http://humas.sumutprov.go.id)