Perppu Ormas Disetujui untuk Paripurna

by

Jakarta-GeoSiar.com, Teka-teki kelanjutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 tentang Ormas, akhirnya terjawab. Perppu Ormas akan dibawa ke rapat paripurna setelah tujuh dari sepuluh fraksi di DPR RI sepakat akan dibawa ke rapat paripurna untuk segera disetujui menjadi undang-undang.

Penyetujuan rapat Paripurna untuk membahas Perppu Ormas merupakan hasil rapat kerja Komisi II DPR dengan Pemerintah di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin. Rapat kerja tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali didampingi para wakil ketua yakni, Al Muzammil Yusuf, Fandi Utomo, dan Yandri Susanto. Pada rapat kerja tersebut, Pemerintah diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.

“Pada rapat kerja Komisi II dan Pemerintah hari ini, masing-masing kelompok fraksi menyampaikan pandangan akhir fraksinya, apakah setuju atau menolak Perppu Ormas,” kata Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali, usai rapat kerja di Senayan, Senin (23/10/2017) dilansir dari Antara.

Adapun tujuh fraksi tersebut, lima fraksi setuju secara bulat, Perppu Ormas dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi undang-undang. Kelimanya yaitu Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKB, Partai Nasdem, serta Fraksi Hanura, sedangkan dua fraksi lainnya, yakni PPP dan Partai Demokrat menyetujui Perppu Ormas menjadi undang-undang dengan catatan langsung dilakukan revisi pada beberapa hal.

Fraksi Demokrat menyatakan siap untuk menolak Perppu Ormas bila hanya disetujui menjadi undang-undang tetapi tidak direvisi. Lain halnya sikap fraksi Gerindra, PKS dan PAN. Ketiga fraksi tersebut menyatakan pandangannya menolak Perppu Ormas untuk disetujui menjadi undang-undang.

Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali mengakutelah melakukan komunikasi secara maksimal dengan semua elemen masyarakat untuk mendengar masukan dan aspirasi. Komisi II telah mengundang 22 organisasi kemasyarkatan (ormas) dan 18 ahli membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas pada Selasa-Kamis (17-19 Oktober).

Akan tetapi setelah melakukan dengar pendapat dengan elemen masyarakat, para ahli dan pemerintah, akhirnya Perppu Ormas akan dibawa ke sidang paripurna Kamis (26/10) mendatang.

Penolakan Perppu Ormas Tetap Bersuara

Menyikapi ide pemerintah yang mengusulkan diresmikannya Perppu Ormas, Alumni aksi “212” berencana akan tetap melaksanakan unjuk rasa lanjutan. Rencananya unjuk rasa lanjutan akan dilaksanakan pada Kamis (26/10). Tepat dihari sidang paripurna DPR RI dengan agenda penetapan Perppu Ormas. Ketua Presidium Alumni 212 mengklaim akan membawa 50 ribu orang.

“Diperkirakan massa sekitar 50 ribu orang,” kata Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Mantan Jubir FPI mengatakan dalam aksi tersebut massa dari sejumlah organisasi kemasyarakatan dan organisasi keagamaan berencana menyambangi Gedung DPR/MPR RI saat anggota dewan melaksanakan Rapat Paripurna.

Maarif mengaku pihaknya telah mendatangi Mabes Polri untuk menyampaikan surat pemberitahuan dan persyaratan menggelar aksi lanjutan.

Terbitnya Perppu Ormas memang hangat diperbincangkan dan mendapat tanggapan Pro dan kontra di tengah masyarakat. Pihak yang pro menganggap Perppu Ormas baik dan merupakan niat pemerintah untuk merawat kebhinekaan dan kebangsaan serta menjaga toleransi dan hak-hak sipil masyarakat yang selama ini dirusak oleh sejumlah kelompok radikal-intoleran.

Sedangkan pihak Kontra menyatakan penerbitan Perppu Ormas merupakan bentuk kemunduran yang mengarah kediktatoran baru. Adapula yang menyayangkan Perppu Ormas karena dilandasi pasal karet dan pengabaian proses peradilan dalam pembubaran ormas. Pihak lain menyatakan Perppu Ormas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang merupakan roh bangsa indonesia.

Menarik melihat sebelumnya beberapa ormas yang terindikasi menentang demokrasi dan segala produknya karena dianggap “buah peradaban barat yang kafir dan liberal”, tiba-tiba saja setelah ormas tersebut dibekukan oleh pemerintah, mereka bersuara lantang membela demokrasi dan hak-hak kemanusiaan serta menuduh pemerintah tidak demokratis dan tidak menghargai spirit konstitusi.

(sumber: Antara)