Diskusi Sejuta Lubang Jalan Sebagai Respon Kritikan Presiden

by

Medan-GeoSiar.com, Kupas Tuntas Permasalahan Medan Kota Sejuta Lubang menjadi topik hangat dalam diskusi yang di gelar di Ruang Rapat Redaksi Tribun Medan, LT 3 Gedung Kompas Gramedia Jalan Wahid Hasyim No. 37 Medan, Kamis 19 Oktober 2017.

Dalam kesempatan diskusi yang difasilitatori oleh Tribun Medan, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Medan, Paul Ames mengatakan bahwa jalanan kota Medan yang merupakan milik nasional di 32 titik ruas jalan sejauh 224 km sudah hampir selesai pengerjaannya sekitar 80 persen.

“Pengerjaan di Kota Medan secara penyerapan sudah hampir 80 persen, untuk di jalanan kota seperti Underpass dan SM. Raja kita yang mau selesaikan. Kita punya 224 km di kota Medan dan ini sudah hampir rampung,” jelas Paul dikutip dari Tribunnews.com

Sesuai isu nasional sejuta lubang di Jalan Kota Medan, menurut salah satu perwakilan Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) Carles Sitindaon selama ini tidak adanya sinkronisasi antar sektor ketika melaksanakan pengerjaan pembangunan jalan di lapangan.

Menurutnya, para stake holder seperti pengatur lalu lintas, pengelola pasar, polantas tidak saling berkoordinasi dengan baik.

Tidak berhenti sampai disitu saja, dinas terkait seperti Dinas PU Kota Medan, Dinas PU Provinsi Sumut dan Balai Pelaksana Jalan Nasional masing-masing juga memikirkan dan menjalankan/mengerjakan wilayahnya tanpa saling berkoordinasi satu dengan yang lainnya.

Sehingga ketika ada permasalahan yang akhirnya diangkat menjadi isu nasional, semua saling lempar tanggungjawab dan saling mempersalahkan.

Disamping itu, berdasarkan fakta dilapangan sering terjadi keributan akibat kesalah pahaman antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu wilayah yang pernah ribut ketika pembangunan jalan terjadi di Jalan Sisingamangaraja. Ketika jalan tersebut dibangun oleh P2JN (jalan nasional) dan ditinggikan hingga 50 cm, tidak ada diskusi dengan masyarakat sekitar, sehingga ketika posisi terletak sangat jauh diatas halaman rumah dan tidak bisa dilewati oleh kendaraan masyarakat menjadi ribut tanda tidak setuju.

Carles Sitindaon juga menyarankan agar koordinasi antar Pemerintah Medan dan Pemerintah Provinsi tetap dibangun untuk meminimalisir kesalahpahaman dalam praktek di lapangan.

“Pemerintah Provinsi harus tahu apa yg dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum Medan biar jangan tumpang tindih, agar mereka tidak saling tuding” tukasnya kepada wartawan GeoSiar Kamis (19/10/2017) pukul 15.51 WIB.

Sehubungan dengan lubang yang diberitakan oleh berbagai media belakangan ini, menurut Carles seharusnya Dinas Perhubungan memahami pemanfaatan fungsi jalan yang ada di Kota Medan sesuai dengan peraturan yang berlaku yakni pasal 160 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

“Bila jalan kelas I harus lintas mustan atau MST (Muatan Sumbu Terberat) 18 ton dan Kelas II MST 8 Ton dan Kelas III 5 ton, tetapi ternyata semua jalan dilintasi oleh kendaraan truk trailer dengan muatan 30 ton, sehingga semua kelas jalan ya hancur sebelum waktunya, jadi tidak sesuai dengan perencanaan,” ujarnya menambahkan.

Pembangunan jalan seharusnya diawasi dengan benar terkait dengan kuatitas dan kualitas pekerjaan, sehingga pengerjaannya tidak asal selesai.

“Siap tak siap kumpul bahasa orang kulihan, jangan seperti itu. Seharusnya proyek pembangunan jalan harus di awasi dengan benar pengerjaannya. Harus bertanggung jawab antara Dinas PU ayng menjadi owner, konsultan pengawas sebagai pengendali pelaksana perpanjangan tangan owner dan pemborong sebagai pelaksana lapangan, mereka ini harus saling koordinasi dalam penyelesaian proyek sesuai gambar,” tukasnya.

Diskusi yang dimulai pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB ini menghasilkan sebuah langkah konkret dengan kesepakatan membuat nota kesepahaman dan ditandatangani oleh semua pihak yang hadir untuk kemudian diajukan ke instasi terkait, sehingga hasil yang menjadi kesepakatan dapat segera dilaksanakan.