Pelaku Penyiraman Air Keras Novel Baswedan Tak Kunjung Terungkap

by

Jakarta-Geo Siar.com, Teror terhadap para penyidik KPK terus terjadi di tengah maraknya kasus korupsi yang banyak menjerat para pejabat berdasi. Kali ini giliran senior KPK, Novel Baswedan yang menimpanya di tengah peran krusialnya dalam memberantas korupsi.

Mantan perwira Polri yang berpangkat komisaris polisi ini merupakan salah satu penyidik yang memegang banyak kasus besar di KPK sejak pertama berkiprah. Novel yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian pada tahun 1998 ini diketahui mendapat musibah pada Selasa, 11 April 2017 yang lalu.

Dilansir dari Detik.com, saat itu Novel sedang berjalan kaki menuju rumahnya setelah selesai salat subuh di Masjid Al Ikhsan pada pukul 04.35 WIB. Ketika ia berjalan kaki, ada dua orang yang berboncengan di satu motor mengikutinya dari belakang.

Motor itu berjalan pelan saat berada di dekat Novel. Lalu, orang yang di belakang menyiramkan cairan yang belakangan diketahui sebagai air keras.

Cairan itu mengenai wajah Novel walaupn Novel sempat lari menghindarinya. Dua orang yang tidak dikenal tersebut segera melarikan diri menggunakan sepeda motor. Peristiwa itu terjadi tidak jauh dari masjid yang berjarak sekitar 30 meter dari rumahnya.

Novel yang ditarik ke Bareskrim Mabes Polri dan ditugaskan sebagai penyidik di KPK pada tahun 2007 ini harus menanggung perihnya air keras yang mengenai wajahnya sampai saat ini.

Sebelumnya, Novel juga telah berkali-kali mendapatkan ‘serangan’ imbas pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Pertama kali Novel didatangi oleh sejumlah anggota Polri di gedung KPK pada malam hari.  Pada Oktober 2012 tersebut Novel dijadikan sebagai tersangka kasus dugaan penembakan terhadap pencuri sarang burung walet di Lampung pada tahun 2004 silam.

Penetapan tersangka itu dilakukan tak lama setelah Novel memimpin penggeledahan di Korlantas Polri. Novel kala itu merupakan Kepala Satgas kasus simulator SIM yang menjerat Irjen Djoko Susilo, yang saat itu menjabat Kakorlantas. Novel membantah memerintahkan penembakan terhadap pencuri sarang burung walet.

Namun, pada Februari 2016, Novel terbebas dari kasus pidana yang menjeratnya karena bukti tidak cukup kuat untuk membuktikannya bersalah. Kejaksaan Agung menerbitkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) atas dugaan menganiaya seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004.

Setelah kejadian tersebut berlalu, Novel tetap memegang kasus-kasus besar hingga sekarang. Salah satunya adalah kasus korupsi e-KTP dan di dalam kasus yang ditanganinya ini,  Novel sempat disebut menekan saksi Miryam S Haryani. Novel membantah melakukan penekanan dan sudah dikonfrontir di pengadilan.

Ternyata serangan yang terjadi pada Novel tidak hanya berasal dari pihak eksternal, Novel juga berurusan dengan pihak internal KPK sendiri. Novel, yang merupakan kepala wadah pegawai KPK, mendapatkan surat peringatan (SP) 2 dari pimpinan KPK karena dianggap menghambat penyidikan. Pada akhirnya, SP 2 terhadap Novel dicabut oleh pimpinan KPK.

Begitu banyak kisah perjuangannya dalam mengabdi sebagai penyidik KPK. Kini, peristiwa penyiraman air keras yang harus ditanggungnya ditengah maraknya kasus korupsi yang sedang ditangani.

Sungguh miris, hingga saat ini pelaku yang melukainya enam bulan lalu belum juga terungkap oleh pihak kepolisian. Hal ini juga diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah yang mengaku tidak kaget dengan penegakan hukum di Indonesia yang berjalan lambat.

Menurutnya, selain kasus yang menimpa Novel, kasus lain tentang Pelindo II yang menyeret R.J Lino juga sampai saat ini tidak jelas.

“Jadi, kasus delay di Indonesia ini banyak. Yang menderita akibat malpraktek hukum itu banyak. Saya gak mau satu-satu gitu. Ada banyak orang seperti itu,” kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017) dilansir dari Tribunnews.com.

Fahri menyayangkan proses hukum yang terkesan lamban walaupun sudah banyak pihak yang menderita akibatnya.

Dirinya mengaku tidak ingin fokus terhadap kasus penyiraman cairan kimia terhadap Novel Baswedan saja, melainkan keseluruhan kasus yang sudah tidak jelas sudah sampai mana‎ penindakannya.

Untuk itu perlu adanya perbaikan sistem untuk hukum di Indonesia yang lebih baik lagi ke depan. Jangan sampai ada orang selanjutnya yang menjadi korban ketidakjelasan penegakan hukum.