Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Perppu tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017.
Sementara itu Majelis Ulama Indonesia menilai terbitnya Perppu Ormas tahun 2017 merupakan komitmen pemerintah menegakkan Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Kebhinekaan. Hal ini disampaikan Ketua MUI Bidang Hukum, Basri Bermanda.
“Kan itu dasarnya. Kalau ini digugat, kita semua nanti yang repot,” ucap Basri di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (11/10/2017) yang dilansir dari Liputan6.Com
Basri juga mengatakan bahwa penerbitan Perppu Ormas semata untuk menjaga NKRI agar tidak terganggu. Dengan begitu, hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila bisa dihalau.
“Katakan ada ormas islam, Islam sendiri sangat Pancasilais. Pancasila kalau kita baca satu-persatu islamis itu. Itu tergantung bagaimana kita menafsirkannya. Kalau di MUI, pancasila sebagai dasar negara itu final,” tegas Basri.
Basri menyarankan kepada pihak-pihak yang tdak setuju dengan penerbitan Perppu Ormas untuk memberi masukan ke parlemen.Dia menghimbau agar semua pendapat yang ingin disalurkan harus di salurkan ke institusi yang berwenangan.
Perpu Ormas saat ini memang banyak mendapat pertentangan. Salah satu bagian krusial dari perppu ini adalah perluasan definisi dari paham yang disebut bertentangan dengan Pancasila, lewat penambahan frasa “paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Imbas penerbitan Perppu itu, HTI dibubarkan Pemerintah pada 18 Juli 2017. Alasannya, memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Penerbitan Perppu Ormas sendiri mendapat banyak kritik dari pegiat HAM yang menyatakan bahwa Perppu Ormas dianggap mengerdilkan kebebasan berserikat dan berkumpul. Selain itu ditentang oleh berbagai ormas-ormas, seperti FPI dan HTI yang telah dibubarkan.